1. Apa itu GHG?
GHG adalah gas yang menyerap dan memancarkan radiasi inframerah sehingga menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan global.
Contoh utama:
CO₂ (karbon dioksida) – dari pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi.
CH₄ (metana) – dari tambang batubara, landfill, pertanian (sapi, sawah).
N₂O (dinitrogen oksida) – dari pupuk, industri.
HFCs, PFCs, SF₆, NF₃ – gas sintetis dari industri (refrigerant, elektronik).
🔹 2. Mengapa penting?
Perubahan iklim → banjir, kekeringan, suhu ekstrem.
Regulasi → negara & perusahaan wajib melaporkan emisi.
ESG & reputasi → investor & buyer makin memperhatikan jejak karbon.
🔹 3. Bagaimana cara mengukur emisi GHG?
Umumnya dipakai standar internasional GHG Protocol dengan 3 kategori (Scope):
Scope 1 → Emisi langsung dari sumber yang dimiliki/ dikontrol (contoh: genset, boiler, kendaraan perusahaan, tambang).
Scope 2 → Emisi tidak langsung dari konsumsi listrik/energi yang dibeli.
Scope 3 → Emisi tidak langsung dari seluruh rantai nilai (contoh: transportasi vendor, produk yang dipakai customer, business travel, dll).
🔹 4. Tools & standar penting
GHG Protocol (global standard)
ISO 14064 (quantification & verification)
IPCC Guidelines (perhitungan emisi nasional)
SNI/Peraturan KLHK (untuk Indonesia, khusus inventaris GRK dan pelaporan NDC)
🔹 5. Contoh perhitungan sederhana
Misalnya kamu punya genset diesel yang mengonsumsi 1.000 liter solar:
Faktor emisi solar (IPCC default): ±2,68 kg CO₂/liter
Emisi CO₂ = 1.000 × 2,68 = 2.680 kg CO₂e
(CO₂e = karbon dioksida ekuivalen, termasuk CH₄ dan N₂O jika dihitung lebih detail.)